Poster A4 Militer Komunis-Fasis; Antara Indonesia dan Orwell (Bagian 2)

6 hours ago 8

Syafrizaldi Aal

Poster di dinding kontrakan itu masih beku tersandar kaku.  Nelangsa saya malam itu mengantarkan sebuah kisah tentang Animal Farm, berkelindan dengan frustasi atas situasi republik yang luka parah.  Sejak mula Era Reformasi, Indonesia bagai kaca retak yang sulit bersatu.  Rangkaian fabula tata kelola negeri ini seperti mengulang luka lama yang kini meruyak, bagai derita hewan-hewan di Animal Farm.

Snowball, seekor babi visioner yang mampu menggerakkan hewan paling pelasuh sekalipun. Distorsi babi ini berhasil mengelola berbagai faksi, meluncurkan program literasi dan merancang proyek ambisius; kincir angin. Mega proyek kincir angin akan menerangi dan menghangatkan Animal Farm, memutar mesin-mesin produksi.  Dia telah berhasil membisikkan panorama surga untuk hewan-hewan itu, sebuah panorama yang mungkin pula telah disenandungkan oleh para pemimpin di Indonesia, dari dulu sampai hari ini.

Napoleon yang skeptis diam-diam mencibir Snowball.  Babi ini berpandangan bahwa produksi pangan lebih penting dari pada mengejar angan-angan tentang surga itu.  Dalam situasi itu, dia memilih memelihara sembilan anak anjing.  Dia membesarkan anjing-anjing itu di tempat yang jauh dari pantauan, dengan satu tujuan: anjing yang setia pada satu tuan.  Anjing yang suatu saat akan meluluhlantakkan buah revolusi di Animal Farm, penjaga paling depan ketertiban dan sekaligus menjadi biang teror bagi semua hewan yang tidak tunduk pada kuasa induk semangnya.

Pada titik ini, poster itu sepertinya mengolok-olok saya. Sudah ku katakan, pemimpin punya mainan sendiri, yang bahkan tidak semua orang tahu.  Misi-misi rahasia mereka lancarkan untuk memperkuat citra di mata publik, sekaligus merancang rencana untuk menundukkan masa depan.  Adakah pemimpin di Indonesia sekarakter Napoleon dan Snowball?

Kisruh kincir angin membelah Animal Farm, memunculkan pro dan kontra.  Dalam situasi itu Napoleon melengking, membuat anjing-anjing mengamuk. Anjing mesin pembunuh nomor wahid itu kini merangsek ke peternakan, menimbulkan rasa takut dan suasana paling mencekam.  Snowball hilang ditelan kecamuk itu, dia tak pernah kembali.

Peristiwa ini mengingatkan saya pada Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS).  Baru-baru ini, KONTRAS melaporkan, sampai 5 September 2025 setidaknya ada 10 orang yang hilang usai prahara berdarah Agustus 2025.

Redaksi KONTRAS dalam edisi ‘melawan lupa’ juga menyebut, peristiwa penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada periode 1997/1998 telah menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa.  Pada peristiwa itu, 9 orang berhasil kembali dan 13 orang belum dikembalikan.  Apakah mungkin mereka telah di-Snowball-kan?

Di masa perang saudara Spanyol antara 1936-1937, Eric Arthur Blair, nama asli Orwell, terlibat kelompok sosialis revolusioner.  Barangkali di sini ide satir politik Animal Farm muncul.  Dia menyaksikan sendiri bagaimana kelompok komunis pro-Soviet berkhianat terhadap sesamanya, orang-orang kiri yang tidak sejalan dengan Stalin.  Di sini, Orwell mendapati sebuah cita revolusioner dihancurkan oleh manipulasi propaganda, kultus individu, otoritarianisme dan pengkhianatan.

Dalam konteks Indonesia, siapa berkhianat pada siapa? Masih ingat bagaimana Sukarno dan kawan-kawan memimpin pergerakan perjuangan kemerdekaan? Hingga tahun ‘60an, semua tokoh berkelindan dalam dinamika politik saling dukung, tapi juga saling tikam. Ingat bagaimana Orde Baru dibangun Soeharto? Supersemar menjadi legitimasi paling diingat sebagai mandat pemberangusan PKI – dan siapa saja yang tidak bersepakat dengan rezim muda di masa itu.

Ingat Gus Dur? Gus Dur digantikan Megawati lewat drama pemakzulan yang terang benderang. Lantas SBY muncul, merengkuh simpati publik lewat nyanyian sendu di atas panggung lakon sebagai korban yang dicampakkan.  Sejak 2014, Joko Widodo menggantikan SBY.  Di masa ini, publik tentu terlena dengan kesederhanaan, sebuah simpati yang mungkin membasuh luka.  Namun simpati itu lagi-lagi cedera karena politik dinasti.  10 tahun kemudian muncul pemimpin baru, stok lama; Presiden Prabowo.  Dalam setahun kepemimpinannya, mari kita lihat kisah apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.  

Animal Farm telah berubah menjadi ladang penyiksaan dan pembodohan, Napoleon tegak paling di muka. Semua keputusan penting dibuat oleh komite khusus babi yang dia pimpin.  Seekor babi kecil yang gemuk berpipi bundar, seniman kemunafikan bernama Squiller, didapuk sebagai alat propaganda rezim. Di Era Orde Baru, karakter Squiller tentu tak jauh-jauh dari media massa, entah itu radio, televisi ataupun cetak.  Sementara hari ini, Squiller mungkin telah menjelma menjadi buzzer atau sejenisnya.

Logika kebenaran pelan-pelan mulai luntur.  Digantikan kicauan nyinyir di media sosial, yang tak mau kalah, tak mau dibantah.  Animal Farm telah menjelma menjadi arena pembodohan dimana cerita bohong diulang terus-menerus, sampai cerita itu dianggap sebagai kebenaran yang sesungguhnya.  Sementara poster di dinding kontrakan saya diam kaku, membisu.

Budak-budak kini bekerja sepenuh hati di Animal Farm.  Demi masa depan yang cerah; sebuah kincir angin yang membawa perubahan, demikian pikir mereka.  Boxer adalah kuda pekerja keras yang mewakili kelas pekerja; mereka bekerja dengan otot mengesampingkan fungsi otak.  Demikian pula rakyat Indonesia, kadang jemari mereka lebih cepat mengetuk layar telepon pintar ketimbang betul-betul menjadi pintar.

Sementara para babi kini mulai hidup bermewah-mewah. Anjing-anjing yang dibesarkan Napoleon menjaga tuannya dengan sepenuh hati. Boxer yang lugu tak menyadari, jerih payahnya kini mulai dikhianati.  Khianat yang serupa dengan jogetan di ruang sidang DPR Agustus lalu.

Ketika musim dingin tiba, kincir angin yang mereka bangun porak-poranda.  Alih-alih mengevaluasi keadaan, Napoleon justru menuding sebuah upaya sabotase tengah berlangsung.  Snowball yang entah ada dimana tertuduh atas kehancuran kincir angin itu.  Siapa yang mau bertanggung jawab? Siapa pula yang disalahkan? Gatal di kepala, tapi pantat yang kena garuk.

Tuduhan brutal Napoleon semakin tak terbendung, di antara para hewan, dia menuduh agen-agen rahasia di bawah perintah Snowball telah beroperasi.  Anjing-anjing menyeret hewan tertuduh dengan bengis: empat babi yang pernah memprotes kebijakan Napoleon, beberapa ekor domba, dan sejumlah ayam. Mereka dikorbankan dan dipaksa mengaku berkomplot dengan Snowball. Darah tumpah di Animal Farm, seperti tumpahnya darah para demonstran dalam peristiwa Malari ’74, Reformasi ’98 dan mereka yang dikerasi aparat Agustus yang lalu.  Dusta revolusi ini menyeret poster di dinding kontrakan saya menjadi mimpi buruk di malam itu.

Panggung jenaka politik Indonesia seturut dengan tragedi Animal Farm.  Kendati dalam situasi yang berbeda, tapi alur ceritanya mirip.  Rakyat dibohongi seperti Boxer yang juga tak luput dari kibulan rezim Napoleon.  Boxer sakit, terkapar tiada daya dalam proses pembangunan kincir angin kedua.  Namun Squiller bertindak dusta; akan membawa Boxer ke rumah sakit terbaik.  Kenyataannya, Boxer berakhir di rumah jagal hewan. Akankah rakyat Indonesia bernasib sama?

Kendati para hewan tahu, tapi apa hendak dikata.  Malam hari, dari dalam rumah peternakan terdengar gelak tawa dan nyanyian para babi yang tengah berpesta.  Mereka kini menikmati kuasanya dengan dalih demi para hewan, demi rakyat.

Tahun-tahun berganti, seperti roda yang memutar mesin waktu dari perjuangan kemerdekaan hingga ke alam Prabowo.  Demikian pula kisah Animal Farm, melupakan penindasan yang sudah biasa, menganggap mitos sebagai kebenaran.

Namun sepandai-pandai tupai melompat, suatu saat akan jatuh juga. Para babi pemimpin yang sudah hidup nyaman kini harus berhadapan dengan dengan Pilkington, seorang sekutu dari bangsa manusia. Roda berputar, dari satu khianat ke khianat yang lain.  Kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.  Demikianlah, kekuasaan berkelindan dengan politik golongan dan kepentingan.

Saya menengadah, poster di dinding itu tampak menyeringai, atas-bawah.  Sementara gelap telah menelan bulan.  Obrolan saya dengan Si Pembuat Poster tenggelam dalam amuk massa yang menuntut koreksi tata kelola negara.  Entahlah, Squiller mungkin akan muncul di mimpi saya malam ini.  Dia akan menyerang inti ingatan saya: Asta Cita adalah jalan kebenaran.  Iyakah? (*/)

Read Entire Article
Pekerja | | | |