JAKARTA - Langkah berat harus diambil oleh PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola waralaba ayam goreng ternama, KFC. Hingga bulan September 2025, sebanyak 19 gerai KFC akan menghentikan operasionalnya. Keputusan ini tak pelak berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menyentuh sekitar 400 karyawan setia mereka.
"Sampai bulan September 2025 kita sudah menutup 19 gerai. Kemudian, ada berapa banyak karyawan yang terimbas PHK? Kita ada kurang lebih sekitar, kita ada sekitar 400 karyawan yang terimbas dengan PHK, " ungkap Direktur Fast Food Wahyudi Martono dalam acara Public Expose, dikutip detikfinance, Kamis (2/10).
Alasan utama di balik penutupan ini adalah berakhirnya masa sewa beberapa gerai. Ditambah lagi, kondisi bisnis yang belum sepenuhnya pulih pasca-terpaan pandemi sejak tahun 2020, menjadi faktor penentu lainnya.
Namun, Wahyudi Martono menegaskan bahwa penutupan yang mulai dilakukan sejak tahun 2023 ini tidak selalu berarti akhir dari segalanya. Beberapa gerai yang ditutup justru sedang dalam proses relokasi ke lokasi-lokasi yang dinilai memiliki potensi pasar lebih menjanjikan. Ini adalah upaya strategis untuk menemukan tempat yang lebih baik, demi meningkatkan kembali aktivitas transaksi harian.
"Artinya, kalau kita melihat bahwa daerah tersebut masih mempunyai power yang baik, market yang baik, penutupan itu tidak hanya tidak permanen tapi kita lakukan sementara, di mana kita mencoba mencari lokasi yang lebih baik. Tentunya, kenapa kita pindahkan lokasi? Karena kita mengharapkan aktivitas transaksi day in akan meningkat, " jelasnya.
Perjalanan bisnis Fast Food Indonesia sendiri masih diwarnai tantangan. Pada paruh pertama tahun 2025, perseroan masih tercatat membukukan rugi bersih, meskipun laba bruto berhasil mengalami kenaikan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis, rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp138, 75 miliar. Angka ini menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatat rugi sebesar Rp348, 83 miliar, atau anjlok 60 persen.
Pendapatan perseroan di semester I 2025 tercatat sebesar Rp2, 40 triliun, mengalami sedikit penurunan sekitar 3, 12 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp2, 48 triliun. Sementara itu, beban pokok penjualan juga berhasil ditekan menjadi Rp961, 44 miliar, turun dari Rp1, 05 triliun pada semester I 2024.
Hasilnya, laba bruto perusahaan mengalami peningkatan tipis menjadi Rp1, 44 triliun di semester I 2025, naik dari Rp1, 42 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Ini menunjukkan adanya efisiensi dalam pengelolaan biaya produksi meskipun pendapatan mengalami sedikit penurunan. (PERS)